KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
A.
Definisi kemiskinan
Definisi tentang kemiskinan telah mengalami
perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun
permasalahan lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai
dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan,
pendidikan dan politik. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah
ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan
makan maupun non makan. Definisi dibuat tergantung dari latar belakang dan
tujuan, juga tergantung dari sudut mana definisi tersebut ditinjaunya, untuk
kepentingan apa definisi tersebut dibuat. Biasanya definisi-definisi tersebut
akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya.
-
Definisi
kemiskinan dilihat dari beberapa segi :
1. Dilihat dari standar kebutuhan hidup yang
layak / pemenuhan kebutuhan pokok.
Golongan ini
mengatakan bahwa kemiskinan itu adalah tidak terpenuhnya kebutuhan-kebutuhan
pokok/dasar disebabkan karena adanya kekurangan barang-barang dan pelayanan
–pelayanannya yang dibutuhkan untuk memenuhi standar kebutuhan yang layak.
Ini merupakan
kemiskinan absolut/mutlak yakni tidak terpenuhinya standar kebutuhan
pokok/dasar.
2. Dilihat dari segi pendapatan/ penhasilan
income
Kemiskinan
oleh gonlongan dilukiskan sebagai kurangya pendapatan/penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
3. Dilihat dari segi kesempatan /
Opportunity
Kemiskinan
adalah karena ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan (meraih) basis
kekuasaan sosial meliputi :
a.
Keterampilan yang memadai.
b.
Informasi/pengetahuan – pengetahuan yang berguna bagi kemajuan hidup.
c.
Jaringan-jaringan sosial ( Social Network ).
d.
Organisasi-organisasi sosial dan politik.
e.
Sumber-sumber modal yang diperlukan bagi peningkatan pengembangan kehidupan.
4. Dilihat dari segi keadaan / kondisi
Kemiskinan
sebagai suatu kondisi / keadaan yang bisa dicirikan dengan :
a.
Kelaparan/kekurangan makan dan gizi.
b.
Pakaian dan perumahan yang tidak memadai.
c.
Tingkat pendidikan yang rendah.
d.
Sangat sedikitnya kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang pokok.
5. Dilihat dari segi penguasaan terhadap
sumber-sumber
Menurut
golongan ini kemiskinan merupakan keterlantaran yang disebabkan oleh penyebaran
yang tidak merata dan sumber-sumber ( Malldistribution of Resources), termasuk
didalamnya pendapatan / income.
6. Kemiskinan menurut Drewnowski
Drewnowski (
Epi Supiadi:2003) mencoba menggunakan indikator-indikator sosial untuk mengukur
tingka-tingkat kehidupan ( The Level of Living Index ). Menurutnya terdapat
tiga tingkatan kebutuhan untuk menentukan tingkat kehidupan seseorang :
a.
Kehidupan fisik dasar ( Basic Fisical Needs ), yang meliputi gizi/nutrisi,
perlindungan/perumahan ( Shelter/housing ) dan kesehatan.
b.
Kebutuhan budaya dasar ( Basic Cultural Needs), yang meliputi
pendidikan,penggunaan waktu luang dan rekreasi dan jaminan sosial (Social Security).
c.
High income, yang meliputi pendapatan yang surplus atau melebihi takarannya.
-
Definisi
kemiskinan dilihat dari beberapa konsep adalah :
1.
BAPPENAS
Tidak mampu memenuhi
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat.
2.
BPS
Bilamana
jumlah rupiah yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita.
3.
Bank Dunia
Tidak
tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan 1,00 dolar AS perhari .
4.
BKKBN keluarga miskin jika :
a.
Tidak dapat melaksanakan ibadah menurut keyakinannya.
b.
Tidak mampu makan sehari dua kali.
c.
Tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,bekerja atau sekolah dan
berpergian.
d.
Tidak bagian terluas dari rumahnya berlantai tanah.
e.
Mampu membawa anggota keluarga sarana kesehatan.
5.
WB ( 2001) kemiskinan adalah suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf
hidup manusia baik fisik atau sosial.
Dari berbagai
sudut pandang tentang pengertian kemiskinan ,pada dasarnya bentuk kemiskinan
dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu :
·
Kemiskinan Absolut
Kemiskinan Absolut
adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar.
·
Kemiskinan Relatif
Seseorang yang
tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup diatas garis kemiskinan namun
masih berada dibawah kemampuan masyarakat disekitarnya.
·
Kemiskinan Kultural
Kemiskinan
Kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang
tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari
pihak lain yang membantunya.
B.
GARIS
KEMISKINAN
Peta berdasarkan CIA World Factbook yang menunjukkan
persentase penduduk suatu negara yang hidup di bawah garis kemiskinan resmi
negara tersebut.
Garis
kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang
dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu
negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis
kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada
di negara berkembang.
Hampir
setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan
berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat
miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program
peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi
kemiskinan.
C.
PENYEBAB KEMISKINAN
DAN DAMPAK KEMISKINAN
Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab
(Spicker, 2002),
yaitu:
1. Individual explanation, mazhab ini berpendapat
bahwa kemiskinan cenderung
diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri.
Karakteristik yang dimaksud seperti
malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam
bekerja.
2. Familial
explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh
faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah
membawa dia kedalam
kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu memberikan pendidikan yang
layak kepada
anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian
secara terus menerus
dan turun temurun.
3. Subcultural explanation, menurut mazhab ini
bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh
1 / 4 kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau
akibat karakteristik perilaku lingkungan. Misalnya,
kebiasaan yang bekerja adalah kaum perempuan, kebiasaan yang enggan
untuk bekerja keras
dan menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja
atau orang terhormat
meski tidak diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang
orang seperti ini justeru
tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang
membuat demikian.
Keempat, Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa
kemiskinan timbul akibat
dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat
istiadat, kebijakan, dan aturan
lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga
menimbulkan
kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya
terbatas.
Kemiskinan yang disebabkan oleh dampak kebijakan pemerintah, atau
kebijakan yang tidak
berpihak pada kaummiskin juga masuk ke dalam mazhab ini, sehingga
kemiskinan yang timbul
itu sering disebut dengan kemiskinan struktural.
Kemiskinan tidak hanya terdapat di desa, namun juga di kota.
Kemiskinan di desa terutama
disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:
(1) Ketidakberdayaan. Kondisi ini muncul karena kurangnya lapangan
kerja, rendahnya harga
produk yang dihasilkan mereka, dan tingginya biaya pendidikan,
(2) Keterkucilan, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya keahlian,
sulitnya transportasi, serta
ketiadaan akses terhadap kredit menyebabkan mereka terkucil dan
menjadi miskin,
(3) Kemiskinan materi, kondisi ini diakibatkan kurangnya modal, dan
minimnya lahan pertanian
yang dimiliki menyebabkan penghasilan mereka relatif rendah,
(4) Kerentanan, sulitnya mendapatkan pekerjaan, pekerjaan musiman,
dan bencana alam,
membuat mereka menjadi rentan dan miskin,
(5) Sikap, sikap yang menerima apa adanya dan kurang termotivasi
untuk bekerja keras
membuat mereka menjadi miskin.
Kemiskinan di kota pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor yang
sama dengan di desa,
yang berbeda adalah penyebab dari faktor-faktor tersebut, misalnya
faktor ketidakberdayaan di
kota cendrung disebabkan oleh kurangnya lapangan kerja, dan tingginya
biaya hidup.
Kemiskinan
dapat juga disebabkan oleh:
(a) rendahnya kualitas angkatan kerja,
(b) akses yang sulit dan terbatas terhadap kepemilikan modal,
(c) rendahnya tingkat penguasaan teknologi,
(d) penggunaan sumberdaya yang tidak efisien,
2 / 4
(e) pertumbuhan penduduk yang
tinggi (Sharp et al, 2000).
Selain dari berbagai pendapat di atas,
kemiskinan secara umum disebabkan oleh dua faktor,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri orang
miskin, seperti sikap yang
menerima apa adanya, tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha, dan
kondisi fisik yang
kurang sempurna. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang datang
dari luar diri si miskin,
seperti keterkucilan karena akses yang terbatas, kurangnya lapangan
kerja, ketiadaan
kesempatan, sumberdaya alam yang terbatas, kebijakan yang tidak
berpihak dan lainnya.
Sebahagian besar faktor yang menyebabkan orang miskin adalah faktor
eksternal.
Beberapa faktor penyebab kemiskinan lainnya adalah pertumbuhan
ekonomi lokal dan global
yang rendah, pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan stabilitas politik
yang tidak kondusif.
-
Peran Pemerintah
Dalam suatu negara, peran pemerintah sangat menentukan, baik dalam
membuat masyarakat
menjadi miskin, maupun keluar dari kemiskinan. Kebijakan yang kurang
tepat dan
ketidakpberpihakan terhadap masyarakat miskin akan menciptakan
kemiskinan yang lebih
banyak dan lebih dalam.
Sebagai contoh, ijin yang diberikan pemerintah kepada pengusaha untuk
membuka
perkebunan besar, terkadang menimbulkan kemiskinan. Hutan yang
dibabat dan dijadikan
kebun sawit, dapat membuat keringnya sungai dan irigasi.
Akibatnya sawah dan kolam telah kering, masyarakat tidak dapat lagi
menanam padi. Akhirnya
mereka terpaksa menjadi buruh harian kebun (bila diterima) yang
sesungguhnya mereka tidak
punya keahlian dibidang itu. Mereka tidak dapat lagi menyekolahkan
anaknya dan akhirnya
terperangkap dalam kemiskinan.
Kebijakan pemerintah membolehkan super market dan pasar modren masuk
hingga ke tingkat
kecamatan juga akan berdampak terhadap pasar tradisional yang
sebahagian besar dikelola
oleh masyarakat kelas bawah. Kebijakan yang berpihak pada pasar bebas
dan kurang peduli
dengan kesiapan para petaninya sendiri tentu akan berdampak pada
penurunan kesejahteraan
masyarakat dan akhirnya berujung pada kemiskinan.
Harga barang kebutuhan pokok yang berfluktuasi bahkan cenderung naik,
besarnya biaya
pendidikan dan kesehatan, distribusi pendapatan yang tidak merata,
pembangunan yang
timpang dan hanya berpusat di pulau jawan dan kota serta banyak
kebijakan lainnya yang
kurang berpihak, akan dapat menambah rentannya kondisi masyarakat.
D.
PERTUMBUHAN
KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
1.
Hubungan antara Pertumbuhan dan
Kesenjangan:
Hipotesis Kuznets Data decade
1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara
berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang
tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara
laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan
PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara
kaum miskin dan kaum kaya.Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998)
memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum
kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat
menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an.
Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan
disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan
kebijakan public. Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan
pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri
dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua faktor penyebab penting.
Literature
mengenai perubahankesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi
oleh apa yang disebut hipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara
(cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time
series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan
tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik.
Hasil
ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses
transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau
ekonomi industry.
2.
Hubungan antara Pertumbuhan dan
Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan
tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah
dibahas diatas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan
tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir
pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang. Namun banyak faktor lain
selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat
kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan
struktur ekonomi.
E.
BEBERAPA
INDIKATOR
1. indicator – indikator kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita
untuk menelusuri secara detail indikator kemiskinan tersebut. Adapun indikator
– indikator kemiskinan sebagaimana dikutip dari Badan Pusat Statistik, antara
lain sebagai berikut :
1.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar ( sandang,pangan, papan ).
2.
Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya ( kesehaatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi ).
3.
Tidak adanya jaminan masa depan ( karena tiadanya investasi untuk pendidikan
dan keluarga ).
4.
Kerentangan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
6.
Kuranganya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7.
Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8.
Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9.
Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial ( anak-anak terlantar, wanita
korban kekerasan rumah tangga,janda miskin,kelompok marginal dan terpencil ).
2.
Indikator - indikator Kesenjangan
Pendapatan
Adapun
indikator – indikator kesenjangan pendapatan antara lain sebagai beikut :
1.
UMR yang ditentukan pemerintah antara pegawai swasta dan pegawai Pemerintah
yang berbeda.
2.
PNS ( golongan atas ) lebih sejahtera dibandingkan petani.
3.
Pertanian kalah jauh dalam menyuplai Produk Domestik Bruto ( PDB ) yang hanya
sekitar 9.3 % di tahun 2011, padahal Indonesia merupakan Negara agraris.
F.
KEMISKINAN DI
INDONESIA
Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk
dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia
mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang
dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96
persen).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada
September 2014 sebesar 8,16 persen, naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015.
Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen
pada September 2014 menjadi 14,21 persen pada Maret 2015.
Selama
periode September 2014–Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
naik sebanyak 0,29 juta orang (dari 10,36 juta orang pada September 2014
menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2015), sementara di daerah perdesaan naik
sebanyak 0,57 juta orang (dari 17,37 juta orang pada September 2014 menjadi 17,94
juta orang pada Maret 2015).
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh
lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis
Kemiskinan pada Maret 2015 tercatat sebesar 73,23 persen, kondisi ini tidak
jauh berbeda dengan kondisi September 2014 yaitu sebesar 73,47 persen.
Komoditi
makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan
relatif sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek
filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, tempe, tahu,
dan kopi. Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan diantaranya adalah biaya
perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Pada
periode September 2014–Maret 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami kenaikan.
G.
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB KEMISKINAN
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para
Ahli.
Setiap
permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang menyebabkan
timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang
dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan Hudyana (2009:28-29) yaitu :
1).
Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang
mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan
pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan
kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2).
Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada
nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk
bekerja.
3).
Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak
lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan
masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4).
Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan
bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja
baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi
masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5).
Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk
melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka
miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
6).
Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak
diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan
karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau
beban untuk hidup yang harus dipenuhi.
Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga
mengemukakan bahwa kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya
komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama,
kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia
terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap
diri sendiri tercermin dari adanya :
1. keengganan bekerja dan berusaha,
2. kebodohan,
3. motivasi rendah,
4. tidak memiliki rencana jangka
panjang,
5. budaya kemiskinan, dan
6. pemahaman keliru terhadap
kemiskinan.
H.
KEBIJAKAN ANTI
KEMISKINAN
Kapitalisme dan
Masa Depan Kebijakan Anti Kemiskinan di Indonesia Staff :
Proses Kebijakan publik, khususnya kebijakan anti kemiskinan tidak akan
lepas dari peran
paradigma.
Paradigma memberikan acuan kepada setiapanalis kebijakan tentang apa yang
menjadi masalah
dan bagaimana cara penyelesaiannya.Dalam perkembangannya, dua
paradigma utama
yang berpengaruh dalam proses kebijakan publik tersebut adalah Kapitalisme dan
Sosialisme. Kapitalisme di satu sisi menganjurkan kebijakan publik diserahkan
kepada mekanisme pasar, individualisasi kesejahteraan, kemodifikasi, dan
minimalisasi peran negara.
Sebaliknya,
Sosialisme menekankan keterlibatan aktif negara dalam kebijakan publik, serta mendukung
upaya menciptakan pemerataan dan keadilansosial.
perdebatan paradigmatik dalam pengembangan kebijkan anti kemiskinan di
Indonesia didominasi oleh Kapitalisme. Dominasi ini terjadi karena proses kebijakan publik yang kapitalistik tersebut bersifat
elitis dan teknokratis. Hal ini terkait dengan dominannya peran elit
intelektual serta elit Negara pro pasar dalam proses kebijakan. Selain itu, dominasi
ini juga disebabkan oleh adanya tekanan lembaga keuangan global, seperti IMF. Tekanan
ini membuat Indonesia memiliki alternatif kebijakan publik yang terbatas. Lebih
dari tiga dasawarsa Orde Baru, Kapitalisme berperan besar dal
am mengarahkan
kebijakan publik. Sementara era reformasi lebih merupakan sebuah keberlanjutan
hegemoni kapitalisme tersebut. Latar yang memungkinkan dominasi kapitalisme
tersebut sekaligus menjelaskan kekalahan wacana-wacana sosialistik dalam pengembangan
kebijakan publik di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar